Monitoring Bendungan Pasca Gempa

ALATUJIGEOTEKNIK –  Bendungan adalah infrastruktur vital yang memiliki peran penting dalam penyediaan air, irigasi, dan pembangkit listrik. Namun, struktur bendungan juga rentan terhadap ancaman bencana alam, salah satunya gempa bumi. Guncangan gempa dapat menyebabkan kerusakan struktural yang signifikan pada bendugan. Oleh karena itu, monitoring bendungan pasca gempa dengan instrumen geoteknik menjadi langkah wajib untuk menjamin keamanan, stabilitas, dan operasional bendungan.

Mengapa Monitoring Pasca Gempa Sangat Penting?

Gempa bumi dapat memicu berbagai jenis kerusakan pada bendungan, baik yang terlihat maupun tidak terlihat. Beberapa dampak yang mungkin terjadi antara lain:

  • Retakan Struktural: Gempa dapat menyebabkan retakan pada tubuh bendungan, fondasi, atau struktur lainnya.
  • Deformasi dan Pergeseran: Tanah di sekitar bendungan dapat mengalami likuifaksi atau pergeseran, menyebabkan deformasi pada tubuh bendungan.
  • Kerusakan pada Sistem Drainase: Pipa drainase atau filter dapat rusak, mengganggu fungsi pengeringan dan meningkatkan tekanan air pori.
  • Perubahan Tekanan Air Pori: Guncangan gempa dapat mengubah distribusi tekanan air pori di dalam tubuh bendungan, yang dapat mengurangi kuat geser tanah.
  • Kerusakan Hidromekanikal: Pintu air, katup, atau peralatan hidromekanikal lainnya juga dapat mengalami kerusakan.

Tanpa monitoring yang cermat, kerusakan ini bisa berkembang menjadi masalah yang lebih serius, bahkan berujung pada kegagalan bendungan.

Instrumen Geoteknik Kunci dalam Monitoring Pasca Gempa

Monitoring pasca gempa membutuhkan kombinasi instrumen geoteknik yang mampu mengukur berbagai parameter penting. Berikut adalah beberapa instrumen utama yang digunakan:

Piezometer

1. Piezometer:  Mengukur tekanan air pori di dalam tubuh bendungan dan fondasi. Perubahan tekanan air pori pasca gempa bisa menjadi indikasi adanya retakan, atau potensi likuifaksi. Lonjakan tekanan air pori setelah gempa bisa menunjukkan adanya konsolidasi yang tidak merata atau gangguan pada sistem drainase internal, yang dapat mengurangi stabilitas bendungan.

Inclinometer

2. Inclinometer: Mengukur deformasi lateral (pergeseran horizontal) pada tubuh bendungan, tanggul, dan fondasi. Pergeseran yang signifikan pada inclinometer dapat mengindikasikan kegagalan lereng, likuifaksi, atau pergerakan massa tanah akibat gempa. Data ini krusial untuk mengevaluasi stabilitas lereng bendungan.

Magnetic Spider Extensometer

3. Extensometer: Mengukur perubahan jarak (deformasi vertikal atau horizontal) antar titik di dalam atau pada permukaan bendungan. Extensometer dapat mendeteksi pemampatan atau peregangan material bendungan akibat guncangan gempa, yang bisa menunjukkan adanya zona regangan kritis atau retakan baru.

Pressure Cell

4. Pressure Cell: Alat ini mengukur total tekanan atau tegangan di dalam tubuh bendungan, baik itu tekanan vertikal maupun horizontal. Tekanan total ini mencakup tekanan yang dihasilkan oleh berat material bendungan itu sendiri (tanah dan batu), serta tekanan tambahan yang disebabkan oleh perubahan kondisi seperti guncangan gempa. Setelah gempa, perubahan pada pembacaan pressure cells bisa menjadi tanda adanya redistribusi tegangan (stress redistribution) yang signifikan. Hal ini bisa terjadi jika material di dalam bendungan mengalami pemadatan (compaction) atau pergeseran (movement) akibat getaran. Peningkatan tekanan yang tidak wajar bisa menandakan pembebanan berlebih pada area tertentu atau potensi retakan internal yang tidak terlihat dari luar.

Seismic Sensor

5. Seismograf/Akselerograf: seismograf atau akselerograf yang terpasang di bendungan sangat penting untuk merekam getaran pada gempa tersebut. Data ini dapat digunakan untuk menganalisis respons bendungan terhadap gempa dan memperhitungkannya dengan model desain struktur bendungan pasca gempa.

6. Robotic Total Station: adalah alat survei otomatis yang digunakan untuk mengukur pergerakan lereng dengan akurasi tinggi. Alat ini bekerja dengan menembakkan sinar laser ke target-target reflektif yang dipasang pada titik-titik vital di lereng. Berbeda dengan total station manual, versi robotik ini dapat melakukan monitoring secara otomatis, sehingga memungkinkan pemantauan pergerakan permukaan lereng secara terus-menerus dan real-time. Pergeseran yang terdeteksi pada titik-titik survei dapat mengindikasikan deformasi keseluruhan bendungan atau pergerakan fondasi.

Proses Monitoring Pasca Gempa

Proses monitoring pasca gempa umumnya melibatkan langkah-langkah berikut:

  1. Inspeksi Visual Cepat: Segera setelah gempa, tim inspeksi melakukan pemeriksaan visual menyeluruh untuk mengidentifikasi kerusakan yang jelas.
  2. Pembacaan Instrumen Awal: Pembacaan data dari semua instrumen geoteknik dilakukan sesegera mungkin untuk mendapatkan kondisi “setelah gempa” yang pertama.
  3. Pembacaan Berkala: Pembacaan data dilanjutkan secara berkala (harian, mingguan, bulanan, tergantung tingkat kerusakan dan potensi ancaman) untuk memantau tren perubahan.
  4. Analisis Data: Data yang terkumpul dianalisis oleh engineer geoteknik dan struktural untuk mengidentifikasi anomali, menilai tingkat kerusakan, dan memprediksi perilaku bendungan di masa mendatang.
  5. Evaluasi Stabilitas: Berdasarkan data monitoring, dilakukan evaluasi ulang stabilitas bendungan dan fondasinya.
  6. Tindakan Perbaikan: Jika ditemukan kerusakan signifikan atau potensi ketidakstabilan, rencana tindakan perbaikan atau penguatan segera dirumuskan dan dilaksanakan.

>LINK PRODUK MONITORING BENDUNGAN PASCA GEMPA<<

ALATUJIGEOTEKNIK – sebagai perusahaan yang bergerak dibidang control dan monitoring system, kami menjual alat monitoring  bendungan pasca gempa dengan harga dan kulitas terbaik. Selain itu, kami juga menyediakan jasa instlasi dan monitoring geophone dan seismometer pada konstruksi lainnya. Informasi lebih lanjut atau konsultasi terkait alat dan jasa pemasangan alat instrumen, silahkan hubungi kami di whatsapp melalui :